Tapi kau melihatnya


Terdiam aku sejenak, mencari kata yang paling jujur untuk menggambarkan perasaan yang lama kupendam—perasaan yang menumpuk seperti racun yang perlahan merusak. Tidak selalu gelap, tidak selalu tenang, tapi selalu tentang kamu. Kamu yang hampir setiap waktu hadir sebagai suara berisik di kepalaku, membuatku bertanya: adakah yang sebenarnya harus diakhiri dari kita?


Aku berkali-kali meyakinkan diri bahwa ini hanya lelah, bahwa semuanya akan berubah. Namun pelan-pelan aku mengerti… cintamu ada, tapi tanpa rasa cemburu yang mengarah padaku. Padahal, bahkan sosok dewasa pun punya cemburu yang terjaga. Tapi kamu… berbeda. Untukku, tidak ada.


Aku hanya ingin kamu cemburu—sedikit saja—agar aku tahu aku berarti. Tapi sialnya, ada dia yang masih kamu simpan rapat dalam hati dan pikiranmu. Perempuan itu yang membuat hari-hariku bersamamu terasa seperti kegilaan yang harus kutelan diam-diam.


Aku terjebak di antara perasaanmu untuknya. Aku kekasihmu, tapi tidak pernah benar-benar menjadi kekasihmu. Aku hanya pelarian saat dunia menekanmu, hanya sandaran saat kamu terpuruk. Dan setiap “maaf” yang kau ucapkan terasa semakin hampa.


Apa hanya aku yang ingin mempertahankan hubungan ini? Sebenarnya selama ini… aku mencintai siapa? Kamu? Atau bayangan dirimu yang seharusnya?


Hati wanita mana yang sanggup sekuat ini? Kekasih mana yang bisa berpura-pura bahagia seperti aku?


Mungkin, suatu hari nanti, kamu akan mengerti—entah kapan, entah bagaimana—mungkin tepat di hari perayaan kepergianku dari hidupmu.

Komentar

Postingan populer