Aku, yang tak akan kau temukan pada siapapun
Setiap kata yang kini kutulis,
percayalah — semua sulit terungkap.
Entah karena aku terlalu takut berkata,
atau karena aku merasa,
diam adalah cara terbaik menyembunyikan luka.
Kenapa begitu sadis?
Tidak apa, aku masih tersenyum.
Tidak, aku tidak marah,
tidak juga kecewa.
Hanya bertanya,
sambil berpura-pura bahagia.
Iya, terlalu jelas tergambar di wajahku, kan?
Mungkin, rute TJ yang kita lalui terlalu jauh.
Kita dua manusia yang kelelahan.
Apa perlu istirahat?
Atau, usai di sini saja?
Sebab hati yang hancur,
sulit kembali utuh.
Jika bukan aku,
mengapa katanya aku?
Jika bukan dia,
mengapa selalu dirimu takut?
Rumah yang diimpikan,
hancur perlahan.
Entah salah aku,
kamu,
atau kita?
Setiap tawa dan jerih payah kita lalui.
Aku menemanimu,
kamu menemaniku,
kita saling menguat.
Lantas, apa yang salah?
Aku, kamu, atau dia?
Katakanlah —
sebelum suatu hari aku pergi,
dan jejakku tak lagi kau temui.
Aku, yang tak akan kau temukan
pada siapapun.
Jaga aku,
selagi aku ada.
Terimakasih, sayang,
untuk rasa hancur yang terus menerus ini.
Iya, aku tahu,
kau tidak sengaja.
Dan memang,
selalu tidak sengaja.
Bisakah kali ini
semua itu
tidak lagi kulihat,
dan tidak lagi kau ingat?

Komentar