Sakit Jiwa





‘’ Aku menerima kamu bukan karena aku cinta, Tapi karena aku takut.’’
Terlihat seorang perempuan sedang duduk sendirian di halte bus. Sore ini hujan turun dengan deras yang membuat jalanan tidak seramai biasanya. Perempuan itu adalah aku, yang memiliki nama Natasya. Rambut panjang dan kulit putih. Membawa payung berwarna pink dan tas kerja di tangan ku. 
Aku melihat ke kanan dan ke kiri, berharap bus datang dengan cepat. Sudah hampir setengah jam aku menunggu di halte. Tapi, bus tidak juga tiba. Di seberang jalan aku melihat dia, laki-laki yang membuat ku takut. Dia adalah mantan ku, namanya Willy. Aku pun langsung membuka payungku dan bergegas pergi dari halte.
Aku terus berjalan cepat dengan kaki yang amat gemetar. Jalan yang aku lewati ternyata sepi dan membuat ku tambah takut. Jarak halte bus ke rumah ku cukup jauh.
‘’ Natasya berhenti !’’
Willy terus memanggil nama ku, tapi aku tidak menghiraukannya. Aku hanya focus ke depan dan mencoba mencari jalan yang ramai orang. Willy menarik tangan ku dengan kasar. Aku berhenti dan meminta Willy untuk melepaskan tangan ku. Tapi, genggaman nya sangat keras yang membuat aku merintih kesakitan. 
‘’ Aku mohon lepaskan tangan ku ,Willy.’’ Aku terus merintih.
Akhirnya Willy melepaskan genggaman nya. Tatapan mata nya sangat tajam seperti biasa, tatapan itu sangat mengerikan, seperti ingin membunuh. Aku mengelus pergelangan tangan ku yang merah.
‘’ Kamu cantik, mari kita menikah’’ Willy mengelus pipi ku.
Aku mendorong Willy agar menjauh dariku. Willy pun terjatuh Ke seret aspal. Wajah nya terlihat sangat kesal setelah aku mendorongnya tadi. Willy pun terbangun dan mendekatiku. Karena takut aku  Berlari sekencang mungkin sampai aku tidak melihat ke bawah kalau ada batu besar. Aku terjatuh dan kaki ku berdarah. Rasanya aku tidak sangup berlari lagi.
Aku melihat Willy sudah ada di depan ku sambil tertawa bahagia. Aku terus berteriak sekencang – kencang nya. Tapi, percuma tidak akan ada yang mendengar teriak kan ku.
‘’ Sakit ya? Kasihan kamu Natasya.’’ Willy masih terus tertawa.
Aku menangis ketakutan. Willy yang melihat ku menangis langsung mengusap air mata ku, lalu menamparku dengan kencang.
‘’Willy kamu sakit jiwa!’’ Aku membentak nya.
‘’ Aku gak sakit sayang, aku cuma mau menikah sama kamu.’’ Itu yang selalu Willy katakan.
‘’ Aku pacaran sama kamu karena kamu mengancam ku.’’
‘’Mari kita menikah Natasya’’
‘’Tidak!’’
Willy kesal mendengar perkataan ku yang menolak menikah dengan nya. Dia pun menampar ku berulang kali dengan kencang. Pipi ku menjadi merah dan tamparan itu membuat ku kesakitan.
‘’Hentikan!’’ Teriak laki-laki yang turun dari mobil. Dia memakai kalung dengan lambang polisi dan membawa pistol yang terselip di celananya.
Willy pun berlari ketakutan saat melihat di belakang nya ada polisi. Aku menatap ke arah polisi itu.
‘’Terima kasih sudah membantuku.’’ Ujar ku.
Polisi itu membantuku untuk berdiri. Luka ini sangat sakit, Darah di kaki ku telah pudar terkena tetesan air hujan. 
‘’ Kamu bawa kendaraan?’’ Tanya polisi itu.
‘’ Tidak, saya sedang menunggu bus tadi.’’
‘’ Sepertinya bus akan tiba 1 jam lagi, karena ada perbaikan jalan. Kalau tidak keberatan aku akan mengantar kamu pulang.’’ Polisi itu memberiku tumpangan.
Aku pun menerima tumpangan itu , karena aku takut Willy akan datang lagi. Aku masuk ke dalam mobil dengan di pegangi oleh polisi itu. Mobil pun berjalan dengan kecepatan normal. Aku menunjukan arah menuju rumah ku pada polisi itu.
‘’ Yang tadi itu pacar kamu?’’ Tanya polisi itu.
‘’ Bukan, dia Willy mantan ku. Tapi aku gak pernah cinta sama dia.’’
‘’ Kalau tidak cinta kenapa pacaran?’’
“ Dia mengancam akan membunuh ibu ku, bila aku tidak menerima nya. Tapi, sekarang ibu ku sudah meninggal karena sakit. Aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kita. Tapi, sampai sekarang dia masih mengejar ku dan mengancam akan membunuhku jika aku tidak menikah dengan nya.’’
‘’ Ini simpan.’’ Polisi itu memberiku kartu nama nya.
‘’ Untuk apa?’’
‘’Hubungi aku jika kamu dalam masalah.’’
Akhirnya aku sampai di depan rumah ku . Aku  mengucapkan terima kasih padanya dan segera masuk ke dalam rumah. Aku melihat kartu nama yang diberikan polisi itu tadi, namanya Buckly.
Keesokan harinya…
Saat aku hendak berangkat kerja , aku melihat Willy sudah berdiri di depan rumah ku. Dia menatapku dan tersenyum. Aku merasa tidak nyaman dengan keberadaan nya disini. Dia selalu mengikuti kemana pun aku pergi. Dia seperti orang sakit jiwa.
Aku mengeluarkan hanphone ku dan menelfon Buckly.
‘’ Datanglah ke rumah ku sekarang, dia ada disini.!’’
‘’ Sedang telfon siapa kamu, sayang?’’ Suara nya membuat ku takut.
‘’Aku udah bilang berulang kali berhenti mengikutiku’’
‘’ Tidak bisa sayang, tidak bisa. Aku terlanjut suka sama kencantikan kamu.’’
‘’ Menjijikan’’ aku meludahi nya.
‘’ Jangan kasar sayang, kita kan akan menikah.’’
‘’ Dengar baik- baik aku tidak akan pernah menikah dengan kamu, jadi jangan mimpi kamu.’’
‘’ Apa kamu mau mati?’’ aku kaget melihat Willy membawa pistol. Pistol itu mengarah ke arah ku dan siap menembak ku.
‘’Jangan gila Willy, Taruh pistol itu’’
‘’ Jika aku tidak bisa memiliki kamu, maka orang lain pun juga tidak boleh. Lebih baik kita mati bersama dan menikah di surga.’’
‘’ Kamu benar- benar sudah tidak waras Willy.’’
‘’Diam!’’
Duuarrr!!
Peluru itu pun mengenai pundak ku. Aku terjatuh dan seketika semua terlihat gelap. Sebelum mata ku tertutup, aku melihat seorang laki- laki dengan kalung polisi. Apa itu Buckly?
1 Minggu kemudian…
Aku terbangun dari tidur ku yang panjang. Aku membuka mata perlahan- lahan dan melihat ke sekeliling ku. Tembok berwarna putih dan pundak ku yang di perban. Aku sedang berada di rumah sakit.
‘’ Kamu sudah sadar?’’ Buckly keluar dari kamar mandi.
‘’ Apa kamu yang menolongku ?’’ Aku bertanya pada Buckly.
‘’ Iya , aku yang membawa kamu ke sini.’’
‘’ Sekali lagi terima kasih, Buckly’’
‘’ Dari mana kamu tau nama ku ?’’ Buckly terlihat bingung.
‘’ Kamu memberi ku kartu nama kamu’’
‘’ Astaga aku lupa’’ Buckly menepuk jidat nya. Aku tersenyum.
‘’ Dimana Willy?’’ aku bertanya karena aku takut bila dia masih ada di sekitarku.
‘’ Dia ada di ruangan khusus orang sakit jiwa, sudah 1 minggu dia di sana.’’
‘’ Jadi, aku koma sudah 1 minggu?’’
‘’Iya benar”
Tiba- tiba handphone Buckly berdering. Dilihat nya ada panggilan video call dari dokter yang merupakan teman nya. Buckly pun menyuruh ku melihat nya. Aku melihat Willy benar berada di dalam ruangan khusus sakit jiwa. Dia menjadi gila dan terus memanggil nama ku agar mau menikah dengan nya. 
Aku tidak menyangka Willy bisa sampai suka dengan ku. Sudah hampir 2 minggu dia mengejar ku dan mengancam ku. Tapi, pada akhirnya dia berakhir seperti itu. Aku sangat berterima kasih dengan Buckly yang sudah banyak membantuku.

Komentar

Nestasyaa mengatakan…
Huhu gue berharap si Buckly bakal suka sama si cewe. Tapi kayanya klise ya ehhe. Overall bagus๐Ÿ”๐Ÿ”
TIFFANY VANESSIA mengatakan…
Makasih ka Andriani, eheh

Postingan populer